Kebahagiaan
Apakah kebahagiaan itu?
Yang pasti kebahagiaan itu tidak sama untuk setiap orang. Ada yang merasa bahagia jika dia menjadi kaya. Ada yang merasa bahagia jika dia memiliki pendidikan tinggi. Ada juga yang merasa bahagia jika dia bisa dekat bersama orang yang dicintainya. Ada yang merasa bahagia jika dia bisa membantu orang yang membutuhkan. Memang tidak mudah mendefinisikan kebahagiaan yang berlaku untuk setiap orang. Dan tulisan ini memang tidak berusaha untuk mendefinisikan arti kebahagiaan. Namun bukan berarti topik ini tidak layak untuk direnungkan.
Saya ambil contoh definisi bahagia yang berarti kaya. Saya pribadi tidak setuju dengan bahagia yang didefinisikan sebagai menjadi kaya. Saya pernah liat orang yang tidak kaya (menurut standar masyarakat sekitar) tapi dia merasa bahagia. Bandingkan orang yang hendak memiliki 3 mobil namun hanya memiliki 2 mobil, dengan orang yang hendak memiliki sepeda motor dan telah memiliki 1 sepeda motor. Saya rasa orang yang memiliki sepeda motor akan merasa bahagia karena keinginan dia telah tercapai.
Bahagia bukan berarti memiliki banyak hal dan semua keinginan tercapai. Bahagia lebih tepat diartikan sebagai kondisi di mana kita merasa puas dan bersyukur dengan apa yang kita miliki karena apa yang telah ada di sekitar kita adalah sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Apakah kekayaan tidak membuat kita bahagia? Jelas sekali kekayaan bisa membantu kita bahagia, tapi kekayaan bukan satu-satunya yang bisa membuat kita bahagia.
Apakah ini berarti tingkat kebahagiaan kita sangat bergantung kepada harapan kita? Menurut saya, iya. Sama seperti contoh dua orang pemilik kendaraan di atas. Kebahagiaan lebih ditentukan oleh bagaimana kita merespons, memandang, dan menghargai apa yang kita miliki saat ini. Ingat, yang membuat kita tidak bahagia bukanlah lingkungan sekitar, tapi bagaimana reaksi kita terhadap lingkungan tersebut. Anda merasa kesal bukan karena teman Anda berbohong kepada Anda. Anda kesal karena Anda (secara tidak sadar) memilih untuk bereaksi kesal terhadap kebohongan teman Anda. Walaupun sulit, percaya lah kita (ternyata) memiliki pilihan untuk memilih perasaan kita sendiri.
Lantas, apakah ini berarti kita tidak boleh berharap banyak agar bisa bahagia? Dalam taraf tertentu, ini benar. Beberapa survei menyatakan bahwa penduduk yang paling bahagia adalah penduduk negara balkan, dan setelah dipelajari ternyata mereka mengatakan bahwa mereka tidak terlalu berharap yang muluk-muluk dalam kehidupan, yang penting terus bekerja dan menghargai apa yang diperoleh.
Ini bukan berarti kita sebaiknya puas saja dengan apa yang telah kita miliki dan kita capai. Kita harus terus berusaha untuk meningkatkan kehidupan kita. Bagaimana pun juga kebahagiaan itu bukan lah tujuan, melainkan sebuah proses perjalanan. Kita merasa bahagia jika kita menghargai apa yang ada, berusaha terus untuk memperoleh yang lebih baik.
Nah, jika kebahagiaan untuk setiap orang adalah berbeda, maka rasanya wajar bila saya sering merasa bingung kenapa masih banyak orang yang menilai seseorang (atau bahkan menilai seberapa bahagia seseorang) dengan standar orang lain. Tidak selamanya keluarga yang kita lihat di suatu saat yang kelihatannya kurang berada itu tidak bahagia. Mungkin saja mereka telah memiliki apa yang mereka rasa mereka butuhkan. Tidak selamanya keluarga yang membawa kendaraan mahal itu adalah keluarga yang bahagia. Mungkin saja pakaian bagus dan rumah mewah mereka tidak mencerminkan masalah keuangan yang membelit. Tidak selamanya seorang pria yang Anda lihat sedang makan dan baca buku sendirian di sore hari minggu adalah orang yang sedih dan merasa kesepian. Mungkin saja dia adalah seseorang yang memang cenderung pendiam, dan momen membaca buku sendirian di minggu sore adalah momen favorit dia dalam seminggu!
Dan kita sendiri, apakah kita telah tahu apa yang kita inginkan dalam hidup ini? Apakah keinginan kita telah tercapai? Apakah kita telah bersyukur dan menghargai apa yang telah kita capai hingga saat ini? Dan apakah kita telah berusaha untuk terus mencapai keinginan yang belum tercapai?
-- Bandung, 22 Oktober 2010 --
0 Comments:
Post a Comment
<< Home