But my heart is a lonely hunter that hunts on a lonely hills

Friday, April 15, 2011

Kecerdasan Finansial Di Tangan Kita Sendiri

Kemarin malam saya mendengar sekilas di CNN bahwa bulan ini adalah bulan financial literacy di Amerika Serikat. Financial literacy adalah istilah yang sudah pernah saya baca beberapa kali di banyak blog personal finance seperti getrichslowly.org atau thesimpledollar.com. Terlintas di pikiran saya, pemerintah atau komunitas tertentu di Indonesia sebaiknya juga mengadakan kegiatan yang serupa, di mana masyarakat umum diberikan informasi tentang pentingnya mengelola keuangan pribadi dengan cermat dan cerdas. Dan semua ini terasa semakin penting di kala masalah konflik debt collector dan nasabah yang berutang mencuat banyak akhir-akhir ini.

Berdasarkan pengamatan saya, masyarakat Indonesia sebenarnya bukan masyarakat yang konsumtif seperti halnya gambaran masyarakat barat yang tergambar di media massa. Masyarakat di sini cenderung lebih berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian. Tapi mau tidak mau, media massa ini juga mengajarkan bahwa banyak sekali kenikmatan yang bisa diperoleh dengan mengadopsi gaya hidup yang 'lebih maju'.

Tapi ada satu karakteristik yang ada di masyarakat kita adalah budaya gengsi. Rasa gengsi ini membuat kita rela membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan hanya demi menciptakan citra tertentu tentang diri kita di mata teman dan tetangga kita. Untuk ini, masyarakat kita rela berutang baik kepada individu maupun kepada bank (misalnya melalui kartu kredit).

Saya tidak berpendapat bahwa kartu kredit adalah alat yang harus dihilangkan. Saya justru berpendapat kartu kredit dapat menjadi teman yang sangat membantu kita jika kita dapat mengendalikan pemakaiannya. Satu hal penting yang harus diingat adalah: kartu kredit tidak memberikan kita uang tambahan, kartu kredit hanyalah fasilitas utang jangka pendek yang diberikan oleh pihak bank. Memiliki kartu kredit dengan limit 10 juta tidak berarti Anda memiliki uang lebih sebesar 10 juta. Ini hanya berarti Anda boleh berutang sebesar 10 juta kepada bank yang menerbitkan kartu kredit Anda dan Anda WAJIB untuk melunasi utang Anda ini sesuai peraturan yang telah Anda setujui di awal.

Lantas dari mana bank memperoleh keuntungan dari penerbitan kartu kredit ini? Sepertinya mereka sangat getol menawarkan kartu kredit kepada masyarakat. Walaupun tulisan saya ini bukan hendak membahas dari pihak bank, ada baiknya saya memberikan sekilas pendapat saya tentang hal ini. Bank memperoleh keuntungan dari berbagai program dengan merchant lain dan bunga yang dikenakan kepada nasabah. Dengan berbagai program diskon, nasabah akan tergoda untuk membeli produk/jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Atau jika memang dibutuhkan, setidaknya nasabah akan semakin sering membeli produk tersebut. Pihak bank juga sering mengingatkan bahwa nasabah boleh hanya membayar tagihan minimal, yang artinya ada saldo utang kita yang masuk ke bulan depan dan akan dikenakan bunga.

Berbicara tentang penggunaan kartu kredit yang bijak akan membutuhkan banyak waktu. Namun secara garis besar, ini pendapat saya tentang penggunaan kartu kredit:

  • Jangan miliki kartu kredit jika memang Anda tidak membutuhkannya. Catatan: berbagai program diskon barang yang tidak Anda butuhkan bukanlah alasan untuk memiliki kartu kredit.
  • Gunakan kartu kredit untuk menikmati keuntungan yang ada, misalnya membeli kebutuhan kita dengan diskon tertentu.
  • Gunakan kartu kredit sesuai dengan limit yang telah ditetapkan.
  • Jangan gunakan kartu kredit untuk menarik uang tunai. Bunga yang dikenakan sangat tidak manusiawi.
  • Lunasi seluruh tagihan kartu kredit pada periode tersebut, jangan ada saldo yang terbawa ke periode berikutnya.
  • Lunasilah tagihan kartu kredit tepat waktu.

Saya rasa salah satu kriteria orang yang cerdas mengelola keuangannya adalah kemampuannya dalam mengelola penggunaan kartu kreditnya.

Terlepas dari masalah kartu kredit, masyarakat pada umumnya juga sulit menabung. Dan umumnya menyalahkan pendapatan yang kecil dan harga-harga yang cenderung naik. Saya tidak setuju dengan alasan demikian. Kemampuan kita menabung tidak hanya ditentukan oleh seberapa besar pemasukan kita dan seberapa besar pengeluaran kita. Besarnya tabungan kita juga dipengaruhi oleh kemampuan kita dan cara pandang kita. Lucunya, saya melihat dengan mata sendiri bagaimana seorang teman yang memiliki pendapatan tinggi merasa 'lebih miskin' daripada seorang teman lain yang berpendapatan lebih rendah.

Sebagai ilustrasi, bayang dua teman saya di atas adalah sebagai berikut:

A: Pemasukan 15 juta. Pengeluaran 12 juta. Ditabung 3 juta.

B: Pemasukan 5 juta. Pengeluaran 3 juta. Ditabung 2 juta.

Si A jelas memiliki tabungan lebih karena 3 juta adalah lebih besar daripada 2 juta yang ditabung B. Tapi B lebih pintar menabung karena dia dapat menyimpan 40% pemasukan dia (2 juta / 5 juta) dibandingkan dengan A yang hanya dapat menyimpan 20 % (3 juta / 15 juta).

Anda mungkin berargumen bahwa si A tetap lebih kaya, karena secara nominal tabungannya akan lebih besar. Argumen saya: tidak harus demikian. Tabungan mereka, seperti tabungan lain yang dimiliki siapa pun, pada akhirnya akan digunakan di masa datang (baik kebutuhan mendadak atau bukan). Bayangkan setahun kemudian:

A: Saldo tabungan sebesar 3 juta x 12 = 36 juta.

B: Saldo tabungan sebesar 2 juta x 12 = 24 juta.

Saldo tabungan si A jelas secara nominal lebih besar daripada tabungan si B. Tapi jika tabungan mereka digunakan untuk menutupi kebutuhan/biaya hidup mereka, maka si B akan lebih beruntung karena tabungannya dapat menghidupi dia selama 8 bulan (24 juta / 3 juta), sedangkan tabungan si A hanya dapat menghidupi dia selama 3 bulan (36 juta / 12 juta).

Memang ilustrasi di atas memberikan gambaran yang tidak memperhitungkan faktor-faktor lain. Tapi saya rasa cukup efektif dalam menjelaskan pentingnya memahami bagaimana kita menabung, dan bukan hanya melihat nominal besarnya yang kita tabung.

Masih banyak sekali yang dapat saya bicarakan di sini: pentingnya memiliki emergency fund, retirement fund, membedakan kebutuhan dan keinginan, CD laddering, hidup hemat, dan sebagainya. Tapi yang hendak saya sampaikan adalah kita perlu lebih cermat dan cerdas dalam mengatur keuangan kita. Program financial literacy yang seperti saya sebutkan di awal memang bagus, tapi semuanya tetap di tangan kita sendiri, bukan di tangan pemerintah, tetangga, teman kita, atau post blog seperti ini. Tidak ada orang lain yang bertanggung jawab terhadap keuangan kita selain diri kita sendiri. Mari lah kita menjadi orang yang cerdas secara finansial.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home