Refleksi tahun 2011 dan harapan tahun 2012.
But my heart is a lonely hunter that hunts on a lonely hills
Pada awal Oktober 2011, Steve Jobs meninggal dunia. Beliau adalah seseorang yang sangat berpengaruh pada dunia teknologi personal. Produk-produk yang diciptakan perusahaan Apple sedikit banyak telah memberikan pengaruh kepada produk yang dibuat oleh para pesaing-pesaingnya. Kebanyakan jadi berlomba membuat produk yang lebih baik dan yang lebih mudah dipakai orang awam. Karena produk ciptaan beliau yang terlihat jelas (baca: dipakai banyak orang) dan karismanya yang menonjol, masyarakat modern merasa sangat kehilangan dirinya.
Sayangnya, sekitar seminggu kemudian (minggu kedua Oktober 2011), dunia kembali kehilangan seseorang yang menurut saya lebih berpengaruh pada kehidupan kita daripada seorang Steve Jobs. Orang tersebut adalah Dennis Ritchie. Beliau adalah salah satu pencipta UNIX operating system dan salah satu pencipta C programming language.
Mengapa Mr. Ritchie ini lebih berpengaruh pada kehidupan kita?
UNIX adalah operating system (OS) yang dikembangkan pada tahun 1969, dan selanjutnya terus dikembangkan dan masih sangat relevan digunakan hingga saat ini. UNIX ini juga menjadi dasar dari OS lain seperti Mac OS X, BSD, UnixWare, dan sebagainya. UNIX juga menjadi sumber dari varian OS Linux yang sangat populer. Linux selanjutnya menjadi dasar dari berbagai OS non-Windows dan non-Mac yang sangat populer, yaitu Ubuntu. Linux juga menjadi dasar dari salah satu OS mobile device modern saat ini, yaitu Android.
OS Unix dan Linux mungkin seperti tidak berpengaruh besar pada kita. Tapi kenyataannya adalah sebagian besar server di dunia menggunakan keluarga OS tersebut. Pernah search di internet? Maka kita telah menggunakan Unix atau Linux tanpa disadari.
Bahasa pemrograman C adalah bahasa yang dipublikasikan pada tahun 1978. Hingga saat ini, bahasa C ini adalah bahasa pemrograman terpopuler kedua setelah Java. Bahasa C ini menjadi dasar pengembangan dan inspirasi untuk bahasa-bahasa pemrograman desktop dan web lainnya, seperti Java, C++, C#, Objective C, Perl, Phyton, Ruby, PHP, dan sebagainya.
Mengingat Microsoft Windows ditulis dalam bahasa C++, sebagian besar aplikasi ditulis dalam bahasa C#, semua aplikasi Android ditulis dalam bahasa Java, aplikasi iOS ditulis dalam bahasa Objective C, mayoritas aplikasi internet (webapps, social network, dan sebagainya) ditulis dalam bahasa PHP, Perl, Ruby, dan Phyton; jasa Dennis Ritchie ini memang sangat besar.
Dennis Ritchie bagaikan seseorang yang menciptakan bahan mentah semen untuk digunakan oleh siapa pun untuk membangun apa pun. Sedangkan Steve Jobs bagaikan seseorang yang membuat bangunan untuk dipakai banyak orang dan memasarkannya dengan memukau. Dennis created the substance. Steve created the style.
Steve Jobs berpengaruh secara tidak langsung kepada banyak orang karena tidak semua orang menggunakan produk ciptaannya, namun dikenal banyak orang. Sedangkan Dennis Ritchie berpengaruh secara langsung kepada banyak orang tanpa disadari mereka, namun tidak dikenal banyak orang.
Banyak orang yang telah mengucapkan terima kasih kepada Steve Jobs atas jasanya. Saya sengaja menulis tulisan ini untuk berterima kasih kepada Dennis Ritchie, agar lebih banyak orang yang tahu, dan agar kita setidaknya sadar bahwa selalu ada jenius di balik setiap produk teknologi yang kita gunakan sehari-hari.
Berikut file-file MP3 dan PDF partitur Missa Brevis 275, buat yang mau latihan sendiri karena belum sempat latihan bareng (seperti saya) atau karena rajin :-)
File-file MP3 saya extract dan split per bagian missa dari link YouTube yang Ida share di Facebook:
dan
File-file PDF saya ambil dari CPDL:
http://www1.cpdl.org/wiki/index.php/Missa_brevis_in_B_flat_(KV_275)_(Wolfgang_Amadeus_Mozart)
1. Kyrie: (PDF http://bit.ly/lnL3xD) - (MP3 http://bit.ly/lm5plj)
2. Gloria: (PDF http://bit.ly/mAX0gX) - (MP3 http://bit.ly/kWfMty)
3. Credo: (PDF http://bit.ly/lVAAsg) - (MP3 http://bit.ly/ioddw1)
4. Sanctus: (PDF http://bit.ly/lGvIfO) - (MP3 http://bit.ly/if0wG2)
5. Benedictus: (PDF http://bit.ly/j9cSV3) - (MP3 http://bit.ly/jjJzb7)
6. Agnus Dei: (PDF http://bit.ly/jwxyrI) - (MP3 http://bit.ly/iBBymn)
Catatan untuk file PDF Credo:
"Possible error(s) identified. Error summary: One wrong note in the Credo: tenor, bar 52, the second note should be C rather than D"
Selamat berlatih :-)
Kemarin malam saya mendengar sekilas di CNN bahwa bulan ini adalah bulan financial literacy di Amerika Serikat. Financial literacy adalah istilah yang sudah pernah saya baca beberapa kali di banyak blog personal finance seperti getrichslowly.org atau thesimpledollar.com. Terlintas di pikiran saya, pemerintah atau komunitas tertentu di Indonesia sebaiknya juga mengadakan kegiatan yang serupa, di mana masyarakat umum diberikan informasi tentang pentingnya mengelola keuangan pribadi dengan cermat dan cerdas. Dan semua ini terasa semakin penting di kala masalah konflik debt collector dan nasabah yang berutang mencuat banyak akhir-akhir ini.
Berdasarkan pengamatan saya, masyarakat Indonesia sebenarnya bukan masyarakat yang konsumtif seperti halnya gambaran masyarakat barat yang tergambar di media massa. Masyarakat di sini cenderung lebih berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian. Tapi mau tidak mau, media massa ini juga mengajarkan bahwa banyak sekali kenikmatan yang bisa diperoleh dengan mengadopsi gaya hidup yang 'lebih maju'.
Tapi ada satu karakteristik yang ada di masyarakat kita adalah budaya gengsi. Rasa gengsi ini membuat kita rela membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan hanya demi menciptakan citra tertentu tentang diri kita di mata teman dan tetangga kita. Untuk ini, masyarakat kita rela berutang baik kepada individu maupun kepada bank (misalnya melalui kartu kredit).
Saya tidak berpendapat bahwa kartu kredit adalah alat yang harus dihilangkan. Saya justru berpendapat kartu kredit dapat menjadi teman yang sangat membantu kita jika kita dapat mengendalikan pemakaiannya. Satu hal penting yang harus diingat adalah: kartu kredit tidak memberikan kita uang tambahan, kartu kredit hanyalah fasilitas utang jangka pendek yang diberikan oleh pihak bank. Memiliki kartu kredit dengan limit 10 juta tidak berarti Anda memiliki uang lebih sebesar 10 juta. Ini hanya berarti Anda boleh berutang sebesar 10 juta kepada bank yang menerbitkan kartu kredit Anda dan Anda WAJIB untuk melunasi utang Anda ini sesuai peraturan yang telah Anda setujui di awal.
Lantas dari mana bank memperoleh keuntungan dari penerbitan kartu kredit ini? Sepertinya mereka sangat getol menawarkan kartu kredit kepada masyarakat. Walaupun tulisan saya ini bukan hendak membahas dari pihak bank, ada baiknya saya memberikan sekilas pendapat saya tentang hal ini. Bank memperoleh keuntungan dari berbagai program dengan merchant lain dan bunga yang dikenakan kepada nasabah. Dengan berbagai program diskon, nasabah akan tergoda untuk membeli produk/jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Atau jika memang dibutuhkan, setidaknya nasabah akan semakin sering membeli produk tersebut. Pihak bank juga sering mengingatkan bahwa nasabah boleh hanya membayar tagihan minimal, yang artinya ada saldo utang kita yang masuk ke bulan depan dan akan dikenakan bunga.
Berbicara tentang penggunaan kartu kredit yang bijak akan membutuhkan banyak waktu. Namun secara garis besar, ini pendapat saya tentang penggunaan kartu kredit:
Saya rasa salah satu kriteria orang yang cerdas mengelola keuangannya adalah kemampuannya dalam mengelola penggunaan kartu kreditnya.
Terlepas dari masalah kartu kredit, masyarakat pada umumnya juga sulit menabung. Dan umumnya menyalahkan pendapatan yang kecil dan harga-harga yang cenderung naik. Saya tidak setuju dengan alasan demikian. Kemampuan kita menabung tidak hanya ditentukan oleh seberapa besar pemasukan kita dan seberapa besar pengeluaran kita. Besarnya tabungan kita juga dipengaruhi oleh kemampuan kita dan cara pandang kita. Lucunya, saya melihat dengan mata sendiri bagaimana seorang teman yang memiliki pendapatan tinggi merasa 'lebih miskin' daripada seorang teman lain yang berpendapatan lebih rendah.
Sebagai ilustrasi, bayang dua teman saya di atas adalah sebagai berikut:
A: Pemasukan 15 juta. Pengeluaran 12 juta. Ditabung 3 juta.
B: Pemasukan 5 juta. Pengeluaran 3 juta. Ditabung 2 juta.
Si A jelas memiliki tabungan lebih karena 3 juta adalah lebih besar daripada 2 juta yang ditabung B. Tapi B lebih pintar menabung karena dia dapat menyimpan 40% pemasukan dia (2 juta / 5 juta) dibandingkan dengan A yang hanya dapat menyimpan 20 % (3 juta / 15 juta).
Anda mungkin berargumen bahwa si A tetap lebih kaya, karena secara nominal tabungannya akan lebih besar. Argumen saya: tidak harus demikian. Tabungan mereka, seperti tabungan lain yang dimiliki siapa pun, pada akhirnya akan digunakan di masa datang (baik kebutuhan mendadak atau bukan). Bayangkan setahun kemudian:
A: Saldo tabungan sebesar 3 juta x 12 = 36 juta.
B: Saldo tabungan sebesar 2 juta x 12 = 24 juta.
Saldo tabungan si A jelas secara nominal lebih besar daripada tabungan si B. Tapi jika tabungan mereka digunakan untuk menutupi kebutuhan/biaya hidup mereka, maka si B akan lebih beruntung karena tabungannya dapat menghidupi dia selama 8 bulan (24 juta / 3 juta), sedangkan tabungan si A hanya dapat menghidupi dia selama 3 bulan (36 juta / 12 juta).
Memang ilustrasi di atas memberikan gambaran yang tidak memperhitungkan faktor-faktor lain. Tapi saya rasa cukup efektif dalam menjelaskan pentingnya memahami bagaimana kita menabung, dan bukan hanya melihat nominal besarnya yang kita tabung.
Masih banyak sekali yang dapat saya bicarakan di sini: pentingnya memiliki emergency fund, retirement fund, membedakan kebutuhan dan keinginan, CD laddering, hidup hemat, dan sebagainya. Tapi yang hendak saya sampaikan adalah kita perlu lebih cermat dan cerdas dalam mengatur keuangan kita. Program financial literacy yang seperti saya sebutkan di awal memang bagus, tapi semuanya tetap di tangan kita sendiri, bukan di tangan pemerintah, tetangga, teman kita, atau post blog seperti ini. Tidak ada orang lain yang bertanggung jawab terhadap keuangan kita selain diri kita sendiri. Mari lah kita menjadi orang yang cerdas secara finansial.
Labels: finance
Today is one of those days: the first shirt, pants, and socks you picked from your closet are your favorite ones - and suddenly, your cheap instant coffee tasted better, the sky seemed brighter, and you feel grateful for what you have and see. It doesn't take many things to make us feel happy. It takes our favorite things to make us happy :-)
Baru saja baca berita di Yahoo! News (http://yhoo.it/fFHG85) tentang seorang mahasiswi jurusan ilmu politik di UCLA yang mengundurkan diri dari perguruan tinggi tersebut. Alasannya adalah karena dia merasa terancam oleh orang-orang sekelilingnya. Mengapa dia terancam?
Semua disebabkan oleh video omelan dia yang di-upload ke YouTube. Video ini berisi rekaman mahasiswi ini yang mengomel tentang orang-orang Asia yang dia rasa 'terlalu banyak' di universitasnya. Dan puncak kekesalannya adalah pada saat bencana gempa dan tsunami terjadi di Jepang minggu lalu, banyak mahasiswa lain yang menelpon ke Jepang pada saat sedang berada di perpustakaan.
Tidak heran jika video yang dia rekam dan upload sendiri ini mendapat banyak kecaman. Tapi banyak juga orang AS yang berpendapat bahwa free speech tetap berlaku di sana dan wanita ini berhak melakukan hal tersebut. Namun sebagian besar lupa bahwa mereka memang bebas berkata apa pun, tetapi harus siap juga dengan konsekuensinya, seperti yang dialami mahasiswi.
Mungkin memang setiap orang harus memperhatikan tata krama dan norma di mana tempat dia berada. Saya rasa, jika mahasiswi ini merasa terganggu, dia berhak langsung bilang ke orang lain yang menelpon atau berbicara heboh di perpustakaan. Namun ada beberapa hal lain yang harus dipertimbangkan. Pada saat mengetahui keluarga kita di negara lain mungkin sedang dalam bahaya, mungkin kita tidak akan berpikir panjang tentang aturan yang tidak mematikan jika dilanggar sesaat. "When your hair is on fire, forget the manual!"
Saya jadi teringat kalimat ini: Hanya karena Anda BISA mengatakan sesuatu, tidak berarti Anda HARUS mengatakan hal tersebut. Akal sehat harus tetap menjadi pertimbangan sebelum berucap.
Labels: opinion